Nanoteknologi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
                        Farmasi fisik adalah salah satu bidang ilmu yang menjadi dasar pembuatan formula sediaan farmasi. Nanoteknologi diciptakan dan digunakan dari material pada ukuran yang sangat kecil. Alat atau bahan ini berukuran sekitar 1 sampai 100 nanometer (nm). Satu nm sama dengan 1:109 meter (10-9 m) (Sartono, 2006). Aplikasi nanoteknologi sangat luas sekali termasuk aplikasi dalam bidang kesehatan dan farmasi yang mencakup penghantaran obat, implant medis, serta dalam bidang kosmetik (Soebandrio, 2007).
Di kosmetik contoh aplikasi nanoteknologi adalah penggunaan tabir surya berbasis nanopartikel TiO2 dan ZnO (Merkle, 2007). TiO2 dan ZnO merupakan perlindungan kulit secara fisik yang bekerja dengan cara memantulkan kembali sinar yang mengenai kulit (Tranggono & Latifah, 2007).
Produk nanopartikel untuk kosmetik dan produk anti penuaan memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih baik, dan memiliki tampilan sediaan yang lebih baik (Merkle, 2007).



1.2     Rumusan  Masalah
·         Apakah formulasi cream wajah mengandung tabir nanopartikel?
·         Bagaimana keamanan dari formulasi krim pelembab wajah  tersebut??
·        Metode apa saja yang terlibat dalam penelitian formulasi krim pelembab wajah yang mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon?
1.3     Tujuan
Ø Dapat menentukan formulasi krim pelembab wajah yang mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon dalam tiga variasi basis
Ø Dapat menunjukkan  konsistensi, bau, warna, homogenitas, pH, dan viskositas
Ø Dapat menentukan keamanan formulasi krim pelembab wajah yang mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon dalam tiga variasi basis
Ø Dapat menentukan intensitas serapan terhadap Ultra Violet
BAB II
PEMBAHASAN


1.      Abstrak  
Telah dilakukan penelitian mengenai formulasi krim pelembab wajah yang mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon dalam tiga variasi basis. Data pengamatan menunjukkan bahwa konsistensi, bau, warna, homogenitas, pH, dan viskositas formula Y (cutina MD 5%, setil alkohol 1%, stearil alkohol 1%) serta formula Z (cutina MD 5%, setil alcohol 1%, stearil alkohol 1%, dan viskolam) tetap stabil setelah penyimpanan selama 28 hari pada suhu ruangan.Uji pemisahan fase dilakukan dengan metode sentrifugasi dan dilaporkan bahwa formula Z stabil pada semua kecepatan (2500, 3000, 3750 rpm), sebaliknya formula X (cutina MD 5%) mengalami pemisahan. Berdasarkan pengukuran spektrofotometri UV pada panjang gelombang 280-400 nm diketahui bahwa formula Z mengabsorbsi 78,286 % intensitas sinar UV-B. Hasil uji keamanan dan kesukaan menyatakan bahwa formula Z tidak mengiritasi kulit, memiliki penampilan fisik yang baik, nyaman dipakai, dan mampu melembabkan. Kata kunci : Pelembab, Tabir surya, Nanopartikel, Zink Oksida Silikon

2.      Nano Technologi
Nanotechnology, menciptakan dan menggunakan material atau alat dengan skalasangat kecil. Material atau alat ini berukuran anatara 1 sampai 100 nanometer (nm). Satu nm sepadan dengan sepersejuta meter (0.000000001 m), 50,000 kali lebih kecil daripada diameter rambut manusia. Ilmuwan mengambil acuan pada dimensi 1-100 nm sebagai nanoscale, dan material dalam skala ini disebut nanocrystal atau nanomaterial. Nanoscale unik karena pada dasarnya tidak ada bahan padat yang dapat dibuat lebih kecil. Hal ini juga unik karena banyak dari mekanisme biologik dan fisik bekerja pada skala 0,1 - 100 nm. Pada ukuran ini memperlihatkan adanya fungsi fisiologi yang berbeda-bada; jadi ilmuwan mengharapkan bahwa banyak efek novel di nanoscale akan menjadi sebuah penemuan dan sebuah terobosan baru dalam teknologi.[1] Nanotechnology, biasa disingkat "Nanotech", adalah ilmu pengendalian dalam masalah skala atom dan molekul. Nanotechnology umumnya berkaitan dengan struktur ‘nano’ yang bertujuan dalam pengembangan bahan atau alat. Nanoteknologi merupakan bidang kesimpulan yang didokumenkan dalam monograf nota kaki "Gembar-gembur Nano: Kebenaran di Sebalik Desas-desus Teknologi Nano" (Nano-Hype: The Truth Behind the Nanotechnology Buzz). Kajian yang telah diterbitkan tersebut (dengan kata-kata oleh Mihail Roco, ketua NNI) menyimpulkan yang apa yang dijual sebagai "nanoteknologi" merupakan sebuah penyusunan semula sains bahan, yang membawa kepada "industri nanotek yang dibina hanya berasaskan penjualan tiub nano, wayar nano dan yang sepertinya" yang akan "berakhir dengan beberapa pembekal menjual barangan sampingan dengan jumlah yang banyak."
Pertama kali konsep nanoteknologi diperkenalkan oleh Richard Feynman pada sebuah pidato ilmiah yang diselenggarakan oleh American Physical Society di Caltech (California Institute of Technology), 29 Desember 1959. dengan judul “There’s Plenty of Room at the Bottom”.
Richard Feynman adalah seorang ahli fisika dan pada tahun 1965 memenangkan hadiah Nobel dalam bidang fisika. Istilah nanoteknologi pertama kali diresmikan oleh Prof Norio Taniguchi dari Tokyo Science University tahun 1974 dalam makalahnya yang berjudul “On the Basic Concept of ‘Nano-Technology’,” Proc. Intl. Conf. Prod. Eng. Tokyo, Part II, Japan Society of Precision Engineering, 1974.“
Pada tahun 1980an definisi Nanoteknologi dieksplorasi lebih jauh lagi oleh  Dr. Eric Drexler melalui bukunya yang berjudul “Engines of Creation:  The coming Era of Nanotechnology”. Nano teknologi itu sendiri adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada ukuran sangat kecil. Materi atau devais ini berada pada ranah 1 hingga 100 nanometer (nm). Satu nm sama dengan satu-per-milyar meter (0.000000001 m), yang berarti 50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Saintis menyebut ukuran pada ranah 1 hingga 100 nm ini sebagai skala nano (nanoscale), dan material yang berada pada ranah ini disebut sebagai kristal-nano (nanocrystals) atau material-nano (nanomaterials).Skala nano terbilang unik karena tidak ada struktur padat yang dapat diperkecil.
Nanoteknologi diciptakan dan digunakan dari material pada ukuran yang sangat kecil. Alat atau bahan ini berukuran sekitar 1 sampai 100 nanometer (nm). Satu nm sama dengan 1:109 meter (10-9 m) (Sartono, 2006). Aplikasi nanoteknologi sangat luas sekali termasuk aplikasi dalam bidang kesehatan dan farmasi yang mencakup penghantaran obat, implant medis, serta dalam bidang kosmetik.
Nanoteknologi sangat beragam, mulai dari novel ekstensi konvensional perangkat fisika, untuk benar-benar baru berdasarkan pendekatan molekular diri assembly, untuk mengembangkan bahan-bahan baru dengan dimensi pada nanoscale, bahkan untuk spekulasi pada apakah kita dapat secara langsung masalah pada skala atom.
Di kosmetik contoh aplikasi nanoteknologi adalah penggunaan tabir surya berbasis nanopartikel TiO2 dan ZnO (Merkle, 2007). TiO2 dan ZnO merupakan perlindungan kulit secara fisik yang bekerja dengan cara memantulkan kembali sinar yang mengenai kulit (Tranggono & Latifah, 2007).
            Produk nanopartikel untuk kosmetik dan produk anti penuaan memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih baik, dan memiliki tampilan sediaan yang lebih baik. Risiko nanoteknologi boleh diluaskan kepada tiga bahagian:
·         risiko kepada kesehatan dan persekitaran yang berpuncak dari pada zarah dan jirim nano
·         risiko yang disebabkan oleh pengilangan atau penghasilan molekul (atau teknologi nano lain)
·         risiko yang datangnya daripada masyarakat sendiri.

Kulit adalah organ tubuh yang terletak yang paling luar yang mempunyai fungsi sangat penting yaitu menutupi dan melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan serta merupakan pembungkus tubuh yang sangat elastis. Pada kondisi kulit tertentu, pelembaban diperlukan oleh kulit untuk mempertahankan struktur dan fungsinya. Pengaruh berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, misalnya: udara kering, terik sinar matahari, bertambahnya usia, ras, serta penyakit kulit dapat menyebabkan kulit menjadi lebih kering akibat kehilangan air oleh penguapan yang tidak kita rasakan.
Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kemungkinan ini yaitu dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang didapat dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu, factor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dan karena itu dibutuhkan perlindungan tambahan nonalamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab kulit.
Dasar pelembaban kulit yang didapat adalah efek emolien, yaitu mencegah kekeringan dan kerusakan kulit akibat sinar matahari atau penuaan kulit, sekaligus membuat kulit terlihat bersinar. Bentuk sediaan kosmetika pelembab biasanya emulsi minyak dalam air (M/A) namun dapat pula berbentuk emulsi air dalam minyak (A/M). Krim siang berbentuk emulsi minyak dalam air yang lebih encer sehingga terasa lebih dingin dan tidak lengket, berisi minyak mineral, propilen glikol dalam air.
Krim merupakan cairan kental atau emulsi setengah padat baik bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air.
3.      Metode Penelitian
Ø  Pengumpulan bahan dan perancangan formula
Ø  Formulasi krim pelambab wajah yang mengandung nanopartikel zink oksida salut silikon.
Tabel 1. Formula Krim Pelembab Wajah
Bahan
Formula
X
Y
Z
(%)
(%)
(%)
Cutina MD
5
5
5
Setil alcohol
-
1
1
Stearil alcohol
-
1
1
Parafin cair
10
10
10
Gliserin
10
10
10
Sterol
5
5
5
ZinClear-S
3
3
3
OMC
3,5
3,5
3,5
Benzofenon-3
1,5
1,5
1,5
Pengawet
0,2
0,2
0,2
Pewangi
0,1
0,1
0,1
Viskolam AT 100/P
0,5
0,5
0,5
Aquadest ad
100
100
100

Ø  Pengamatan Stabilitas Krim Pelembab Wajah Yang Mengandung Tabir Surya Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon
Ø  Pengukuran Intensitas Serapan Sinar UV-B Krim Pelembab Wajah Yang Paling Stabil
Ø  Pengujian Keamanan
Ø  Pengujian Efikasi dan Kesukaan Formulasi Krim Pelembab




4.       Hasil Formulasi Krim Pelembab Wajah Yang Mengandung Tabir Surya
Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon
Tabel 2. Hasil Formulasi Krim Pelembab
Karakteristik
Formula
Setelah penyimpanan hari ke-
1
7
14
21
28
Konsentrasi
X
++
+
-
p
P
Y
+++
++
+
C
C
Z
+++++
++++
+++
++
+
Bau
X
k
k
k
k
K
Y
k
k
k
k
K
Z
k
k
k
k
K
Warna
X
cr
cr
cr
cr
Cr
Y
cr
cr
cr
cr
Cr
Z
cr
cr
cr
cr
Cr
Homogenitas
X
h
h
h
h
H
Y
h
h
h
h
H
Z
h
h
h
h
H
Keterangan :
k = khas blackberry candy
+ = kuantitas kekentalan
cr = warna cream
h = homogen
Dari data pada tabel diatas dapat diketahui bahwa ketiga formula krim yang dihasilkan memiliki karakteristik yang sama yaitu berwarna cream dari penambahan zat aktif berupa nanopartikel zink oksifda salut silicon yang berbentuk cairan kental berwarna coklat, berbau khas parfum blackberry candy, dan homogen. Konsistensi paling baik ditunjukkan oleh formula Z (cutina MD 5%, setil alcohol 1%, stearil alkohol 1%, viscolam AT 100/P 0,5%) sebagai akibat penambahan viskolam AT 100/P yang berfungsi sebagai pengental. Berturut-turut konsistensi formula Y (cutina MD 5%) dan
formula X (cutina MD 5%, setil alcohol 1%, stearil alkohol 1%) lebih rendah dibanding formula Z.

5.       Hasil Pengamatan Stabilitas Formulasi Krim Pelembab Wajah Yang Mengandung Tabir Surya Nanopartikel Zink Osida Salut Silikon
Tabel 3. Hasil Pengamatan Organoleptis Krim Pelembab
Formula
Pengamatan Organoleptis
Konsentrasi
Bau
Warna
Homogenitas
X
+
Cr
k
H
Y
++
Cr
k
H
Z
+++
Cr
k
H
Keterangan :
X = Formula krim X (tanpa setil alkohol, stearil alkohol, dan viskolam AT 100/P)
Y = Formula krim Y (tanpa viskolam AT 100/P)
Z = Formula krim Z viskolam AT 100/P)
+ = kuantitas kekentalan
p = krim pecah
c = cair atau encer
cr = warna cream
k = bau khas blackberry candy
h = homogen
th = tidak homogen
Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan krim pelemab wajah yang mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon seperti diikhtisarkan pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa formula X tidak memenuhi kriteria dimana terjadi perubahan berupa penurunan konsistensi dan ketidakhomogenan mulai hari ke Perubahan ini disebabkan pada formula X, jumlah pengemulsi yang digunakan kurang mencukupi dimana terbukti bahwa cutina MD 5 % tidak cukup untuk mengemulsikan krim sehingga terjadi cracking (terpisah antara fasa air dan fasa (dengan runan ke-21. minyak) yang tampak jelas. sejalan dengan formula Y dan formula Z yang tetap konsisten dan homogen setelah melewati hari ke-28 penyimpanan. Hal tersebut disebabkan pada kedua formula jumlah pengemulsi lebih banyak ya ditambahkan setil alkohol dan stearil alkohol. Pada penelitian ini, penyimpanan yang dimaksud adalah penyimpanan pada suhu ruangan yaitu berkisar antara 24 C.
Menurut Sherman, yang tercantum dalam buku Harry’s Cosmeticology enam faktor yang mempengaruhi sifat reologi dan konsistensi dari suatu emulsi, diantaranya adalah viskositas dari fase
terdispersi (fase dalam), viskositas dari fase kontinu (fase luar), volume konsentrasi dari fase terdispersi, sifat dari pengemulsi (emulgator) dan antramuka, pengaruh elektroviskos, dan distribusi ukuran partikel dari globul - globul.
3. Hasil Pemeriksaan Stabilitas pH
Gambar 1. Grafik Pengamatan Stabilitas
Keterangan : Biru = Formula krim X
Merah = Formula krim Y
Hijau = Formula krim Z
pH atau derajat keasaman dapat menjadi parameter dalam menentukan stabilitas suatu sediaan. Pengamatan pH dilakukan setiap 7 hari dalam kurun waktu 28 hari. Dari data pengamatan pH diketahui bahwa formula X paling tidak stabil dimana pada rentang waktu yang ditentukan terjadi peningkatan pH yang signifikan. Selain itu, nilai pH formula X jauh melebihi pH kulit normal. Hal ini tentunya menjadi permasalahan sebab sediaan yang dibuat ditujukan untuk topikal. Dengan nilai pH yang melampaui 7 dikhawatirkan terjadi iritasi kulit sebab pH kulit normal berkisar antara 4.5-6.5.
Pada kedua formula lain juga didapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan pH. Kenaikan nilai pH ini disebabkan oleh komponen-komponen pada sediaan didominasi oleh bahan yang bersifat basa.
Selama waktu penyimpanan, pH dari ketiga formula krim mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan pengujian secara statistik menggunakan desain blok lengkap acak subsampling pengukuran pH. Dari hasil pengujian ANAVA diketahui bahwa hipotesis nol (H0) ditolak, dengan asumsi bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara efek perlakuan yang diuji. Dengan taraf kepercayaan 95 % (α = 0,05) dinyatakan bahwa krim dengan berbagai konsentrasi basis pada ketiga formula mempunyai pH yang berbeda secara signifikan. Menurut Formulasi Krim Pelembab pada
n ahui g uji Newman-Keuls ditetapkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 % terdapat perbedaan signifikan antara formula Y dan Z.
6.       Hasil Pemeriksaan Stabilitas Viskositas
Gambar 2. Grafik Pengamatan Stabilitas Viskositas
Keterangan :
Biru = Formula krim X
Merah = Formula krim Y
Hijau = Formula krim Z
Dari data di atas dapat diketahui bahwa viskositas ketiga formula krim mengalami perubahan selama 28 hari waktu penyimpanan. Perubahan viskositas ini seiring dengan perubahan konsistensi. Viskositas paling tinggi dihasilkan oleh formula Z sebagai akibat penambahan viskolam AT 100/P. Sedangkan viskositas paling rendah ditunjukkan oleh formula X karena jumlah pengemulsi yang tidak mencukupi serta tidak ada penambahan viskolam AT 100/P. Penurunan viskositas dari formula X dan formula Y menunjukkan bahwa keduanya memenuhi kriteria sebab menurut literatur, viskositas krim yang ideal tidak kurang dari 50 dPa.S. Perubahan yang terjadi penambahan keduanya tidak disebabkan oleh dua faktor yaitu factor yang berpengaruh selama penyimpanan, seperti perubahan pada suhu ruang dan tipe emulsi. Suhu ruang yang meningkat dapat mengganggu daya tahan krim yang menyebabkan penurunan viskositas dari fase kontinu (air) serta meningkatkan
gerak globul fase terdispersi (minyak). Emulsi yang termasuk dalam tipe minyak dalam air cenderung akan mengalami penurunan viskositas sebagai akibat penyerapan air dari lingkungan sekitar oleh bahan yang bersifat higroskopis dalam formula. Selain itu pH juga memegang peranan yang cukup penting, dimana setiap emulgator memiliki efektivitas maksimal pada kisaran pH tertentu. Penurunan pH yang cukup drastis pada sediaan krim menyebabkan penurunan viskositas yang cukup drastis pula. Menurut Sherman dalam bukunya Rheology of Emulsion, pengurangan viskositas disebabkan oleh penurunan viskositas dari fase kontinu karena jarak pemisahan antara globul-globul yang meningkat. Dan penurunan viskositas dengan waktu mencerminkan peningkatan ukuran partikel karena penggumpalan.
Hasil pengujian ANAVA diketahui bahwa hipotesis nol (H0) ditolak, dengan asumsi bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara efek perlakuan yang diuji.
Dengan taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) dinyatakan bahwa krim dengan berbagai konsentrasi basis dari ketiga formula mempunyai viskositas yang berbeda secara signifikan. Perbedaan signifikan menurut uji Newman-Keuls terdapat antara formula Y dan X, formula Z dan X, serta formula Z
dan Y.
7.       Hasil Pemeriksaan Tipe Emulsi
 Tabel 4. Hasil sentrifugasi
Formula
Tipe emulsi hari ke-
1
28
FX
m/a
m/a
FY
m/a
m/a
FZ
m/a
m/a

Dari hasil pemeriksaan tipe emulsi diketahui bahwa ketiga formula krim termasuk ke dalam sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air (m/a). Hal ini dikarenakan oleh komposisi fase air yang
digunakan lebih besar dari fase minyak dimana komposisi fasa air mencapai 60 %. Pada metode pengenceran, krim akan membentuk dua fasa setelah ditambahkan aquades dimana fasa minyak berada di permukaan atas karena massa jenisnya lebih kecil daripada fasa air yang berada pada lapisan bawah.

8.       Hasil Pengujian Pemisahan Fase Krim dengan Metode Sentrifugasi
Penggunaan metode sentrifugasi dalam melihat pemisahan fase emulsi sangat berguna untuk meramalkan waktu simpan dari suatu sediaan. Hukum Stokes menunjukkan bahwa peningkatan gravitasi dapat mempercepat pemisahan. Sentrifugasi pada 3750 rpm dalam radius sentrifugasi 10 cm untuk waktu 5 jam setara dengan efek gravitasi untuk kira satu tahun. Dari percobaan yang dilakukan
diketahui bahwa formula Z tetap stabil pada semua kecepatan, sebaliknya pada formula X terjadi pemisahan. menunjukkan bahwa komposisi emulgator pada formula X kurang mencukupi dalam
membentuk krim yang stabil.
9.       Hasil Pengukuran Intensitas Serapan Sinar UV-B pada 280 400 nm
Tabel 5. Absorbansi pada panjangg elombang 310 nm
Panjang Gelombang
A 1
A2
A3
Rata-rata
310 nm
0.416
0.415
0.414
0.4153
0.666
0.663
0.662
0.6641
0.893
0.910
0.917
0.9070
0.873
0.907
0.932
0.9046
1.067
1.064
1.065
1.0659

Kurva Penentuan Panjang Gelombang Maksimal
Persamaan garis yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel yang ingin diketahui. Akan tetapi pada penelitian ini pengukuran dilakukan menggunakan one sampling method
artinya tidak digunakan baku karena yang ingin diuji hanya satu formula. Pemilihan metode ini dikarenakan yang ingin didapatkan pada pengukuran ini adalah intensitas serapan yang dihasilkan oleh formula D. Dengan pendekatan ini maka akan diketahui potensi tabir surya yang dikandung pelembab dalam mengatasi sinar ultraviolet yang mengenai kulit. Untuk mengetahui intensitas serapan sinar UV-B maka digunakan persamaan:
A= Io/I
dimana intensitas sinar UV- (Io) dianggap 100 % dan nilai intensitas sinar yang diteruskan oleh oktil metoksi sinamat dinyatakan dengan I.
Sesuai dengan prinsip spektrofotometri maka pada pengukuran kali ini intensitas serapan yang digunakan adalah intensitas pada pengenceran B (terdiri dari 50% larutan induk dan 50 %
isopropanol) karena absorbannya memiliki nilai dalam rentang 0,2-0,8 serta komposisi antara krim dan pelarut seimbang.
Setelah dimasukkan dalam persamaan diketahui bahwa intensitas serapan sinar UV-B oleh formula D mencapai 78, 286 %.
Hasil ini tentu tidak dapat menentukan intensitas serapan sinar UV seluruhnya serta tidak mampu untuk menetapkan nilai SPF. Pengukuran ini hanyalah pendekatan untuk memberikan informasi mengenai potensi formula D dalam mengatasi paparan sinar ultraviolet matahari. Pengukuran ini memiliki keterbatasan karena yang diketahui hanya intensitas serapan UV-B sebab sinar UV-B berada pada rentang panjang gelombang maksimum yaitu 310 nm sedangkan untuk
pengukuran sinar UV-A pada umumnya menggunakan penilaian Boots Star Rating dan penetapan nilai SPF dilakukan dengan pengukuran secara invivo menggunakan faktor eritema pada sukarelawan. Akan tetapi, formula D yang diukur pada penelitian ini sesungguhnya juga memiliki
potensi dalam menangkal sinar UV-A yang dilakukan oleh benzofenon-3 serta merefleksikan sinar UV yang dilakukan oleh ZinClear-S.
10.  Hasil Pengujian Keamanan
Pengujian keamanan dilakukan secara invivo kepada 10 orang sukarelawan. Adapun formula yang diuji adalah formula D karena telah lulus kriteria pengamatan stabilitas yang dilakukan sebelumnya.
Pemilihan 10 orang sukarelawan dilakukan berdasarkan kesamaan jenis kelamin yaitu perempuan dan rentang usia yaitu 21-22 tahun. Jumlah ini dianggap valid untuk melakukan suatu pembuktian dimana semua sukarelawan menunjukkan reaksi negatif terhadap pemakaian formula D selama 3 hari berturut-turut pada punggung tangan. Demikian pula hasil yang ditunjukkan oleh blanko. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa basis krim maupun zat aktif tidak mengiritasi kulit serta sediaan yang dibuat aman untuk digunakan.
11.   Hasil Pengujian Kesukaan
Dari hasil pengujian efikasi dan kesukaan yang terdiri dari penilaian terhadap penampilan fisik, kenyamanan pemakaian, dan kemampuan melembabkan diketahui bahwa mayoritas sukarelawan menyatakan bahwa penampilan fisik formula Z baik (sebesar 70 %) sementara untuk kenyamanan pemakaian 80 % sukarelawan menilai baik terhadap krim yang diuji. Demikian pula halnya dengan 80 % sukarelawan yang menyatakan baik terhadap kemampuan melembabkan yang dihasilkan krim. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan berupa foto permukaan kulit punggung tangan para sukarelawan (pada lampiran 9). Sebelum pemakaian, struktur permukaan kulit relatif kasar sedangkan setelah dioleskan krim kulit lebih lembab, lembut, dan agak berminyak.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa krim pelembab wajah yang mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida formula D terbukti memiliki efektivitas untuk melembabkan kuli
Formulasi Krim Pelembab kulit













BAB III
PENUTUPAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
a. Nanopartikel zink oksida salut silicon yang terkandung dalam basis krim cutina MD, setil alkohol, stearil alkohol sebagai bahan aktif tabir surya dapat diformulasikan menjadi bentuk krim melalui cara panas.
b. Formula Z (cutina MD 5%, setil alkohol 1%, stearil alkohol 1%, viscolam AT 100/P 0,5%) paling stabil dibandingkan formula lainnya selama pengamatan stabilitas ditinjau dari penilaian konsistensi, bau, warna, homogenitas, pH dan viskositas
c. Ketiga formula yang dibuat termasuk dalam tipe emulsi minyak dalam air (m/a).
d. Formula Z tahan untuk disimpan selama 1 tahun berdasarkan uji pemisahan fase dengan metode sentrifugasi.
e. Formula Z memiliki intensitas serapan terhadap sinar UV-B sebesar 78, 286 %.
f. Formula Z aman untuk digunakan karena tidak mengiritasi kulit.
g. Formula Z efektif dalam melembabkan, berpenampilan baik, dan nyaman digunakan.
Saran
Setelah dilakukan penelitian ini, disarankan:
a. Dilakukan evaluasi ukuran nanopartikel zink oksida dalam formula menngunakan SEM
b. Dilakukan pengamatan stabilitas pada climatic chamber.
c. Dilakukan pengukuran nilai SPF dan Bots Star Rating untuk menetapkan intensiats serapan UVA dan potensi formula mengatasi sinar UV.












DAFTAR PUSTAKA
Advanced Technology. 2008. The Nanofine Zinc Oxide for Cosmetic Clarity and Broad Spectrum UV Protection .http://www.advancedtechnology.com. [ diakses tanggal 9 Juni 2008].
Curtis, J & R, Caroline. 2007. Sun Protection Factor.
http://www.revolutionhealth.com/Conditions/skin/skin-care/sun protection/sunscreen. [diakses tanggal 9 Juni 2008].
Lachman L, Herbert AL, and Joseph LK. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke-1. Jakarta : UI Press. Hal. 43; 482 – 486 Farmaka, Volume 7 Nomor 1, April 2009
Lachman L, Herbert AL, and Joseph LK. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi ke-2. Jakarta : UI Press. Hal. 1049 -1088; 1091 – 1145
Merkle, H.P. 2007. Nanotechnology State of The Art In Healthcare and Pharmaceuticals. [diambil dari Simposium Nanoteknologi 23 Juni 2007].
Sartono, A. 2006. Nanoteknologi. [ diambil dari paper nanoteknologi Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia].
Soebandrio, A. 2007. Nanotechnology State of The Art In Healthcare and Pharmaceuticals. [ diambil dari Simposium Nanoteknologi 23 Juni 2007].
Tranggono, R.I & F, Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.76, 78-83, 111-114
Wasitaatmadja, S.M. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Hal.61

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analgetik, Antipiretik, AntiInflamasi

Sistem Endokrin

PELAYANAN FARMASI KLINIK (PERMENKES 72 2016)