Nanoteknologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Farmasi
fisik adalah salah satu bidang ilmu yang menjadi dasar pembuatan formula
sediaan farmasi. Nanoteknologi diciptakan dan
digunakan dari material pada ukuran yang sangat kecil. Alat atau bahan ini
berukuran sekitar 1 sampai 100 nanometer (nm). Satu nm sama dengan 1:109 meter
(10-9 m) (Sartono, 2006). Aplikasi nanoteknologi sangat luas sekali termasuk
aplikasi dalam bidang kesehatan dan farmasi yang mencakup penghantaran obat,
implant medis, serta dalam bidang kosmetik (Soebandrio, 2007).
Di kosmetik contoh aplikasi nanoteknologi adalah penggunaan tabir
surya berbasis nanopartikel TiO2 dan ZnO (Merkle, 2007). TiO2 dan ZnO merupakan
perlindungan kulit secara fisik yang bekerja dengan cara memantulkan kembali
sinar yang mengenai kulit (Tranggono & Latifah, 2007).
Produk nanopartikel untuk kosmetik dan produk anti penuaan
memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih baik, dan
memiliki tampilan sediaan yang lebih baik (Merkle, 2007).
1.2 Rumusan Masalah
·
Apakah
formulasi cream wajah mengandung tabir nanopartikel?
·
Bagaimana
keamanan dari formulasi krim pelembab wajah
tersebut??
·
Metode
apa saja yang terlibat dalam penelitian formulasi krim pelembab wajah yang
mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon?
1.3 Tujuan
Ø Dapat menentukan formulasi
krim pelembab wajah yang mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut
silikon dalam tiga variasi basis
Ø Dapat menunjukkan
konsistensi, bau, warna, homogenitas,
pH, dan viskositas
Ø Dapat menentukan keamanan formulasi krim pelembab wajah yang mengandung tabir surya
nanopartikel zink oksida salut silikon dalam tiga variasi basis
Ø Dapat menentukan intensitas serapan
terhadap Ultra Violet
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Abstrak
Telah
dilakukan penelitian mengenai formulasi krim pelembab wajah yang mengandung
tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon dalam tiga variasi basis.
Data pengamatan menunjukkan bahwa konsistensi, bau, warna, homogenitas, pH, dan
viskositas formula Y (cutina MD 5%, setil alkohol 1%, stearil alkohol 1%) serta
formula Z (cutina MD 5%, setil alcohol 1%, stearil alkohol 1%, dan viskolam)
tetap stabil setelah penyimpanan selama 28 hari pada suhu ruangan.Uji pemisahan
fase dilakukan dengan metode sentrifugasi dan dilaporkan bahwa formula Z stabil
pada semua kecepatan (2500, 3000, 3750 rpm), sebaliknya formula X (cutina MD
5%) mengalami pemisahan. Berdasarkan pengukuran spektrofotometri UV pada
panjang gelombang 280-400 nm diketahui bahwa formula Z mengabsorbsi 78,286 %
intensitas sinar UV-B. Hasil uji keamanan dan kesukaan menyatakan bahwa formula
Z tidak mengiritasi kulit, memiliki penampilan fisik yang baik, nyaman dipakai,
dan mampu melembabkan. Kata kunci : Pelembab, Tabir surya, Nanopartikel, Zink
Oksida Silikon
2.
Nano Technologi
Nanotechnology, menciptakan dan menggunakan material atau alat
dengan skalasangat kecil. Material atau alat ini berukuran anatara 1 sampai 100
nanometer (nm). Satu nm sepadan dengan sepersejuta meter (0.000000001 m),
50,000 kali lebih kecil daripada diameter rambut manusia. Ilmuwan mengambil
acuan pada dimensi 1-100 nm sebagai nanoscale, dan material dalam skala ini
disebut nanocrystal atau nanomaterial. Nanoscale unik karena pada dasarnya
tidak ada bahan padat yang dapat dibuat lebih kecil. Hal ini juga unik karena
banyak dari mekanisme biologik dan fisik bekerja pada skala 0,1 - 100 nm. Pada
ukuran ini memperlihatkan adanya fungsi fisiologi yang berbeda-bada; jadi
ilmuwan mengharapkan bahwa banyak efek novel di nanoscale akan menjadi
sebuah penemuan dan sebuah terobosan baru dalam teknologi.[1] Nanotechnology,
biasa disingkat "Nanotech", adalah ilmu pengendalian dalam masalah
skala atom dan molekul. Nanotechnology umumnya berkaitan dengan struktur ‘nano’
yang bertujuan dalam pengembangan bahan atau alat. Nanoteknologi merupakan bidang kesimpulan yang
didokumenkan dalam monograf nota kaki "Gembar-gembur Nano: Kebenaran di
Sebalik Desas-desus Teknologi Nano" (Nano-Hype: The Truth Behind the
Nanotechnology Buzz). Kajian yang telah diterbitkan tersebut (dengan kata-kata
oleh Mihail Roco, ketua NNI) menyimpulkan yang apa yang dijual sebagai
"nanoteknologi" merupakan sebuah penyusunan semula sains bahan, yang
membawa kepada "industri nanotek yang dibina hanya berasaskan penjualan
tiub nano, wayar nano dan yang sepertinya" yang akan "berakhir dengan
beberapa pembekal menjual barangan sampingan dengan jumlah yang banyak."
Pertama kali konsep nanoteknologi diperkenalkan oleh
Richard Feynman pada sebuah pidato ilmiah yang diselenggarakan oleh American
Physical Society di Caltech (California Institute of Technology), 29 Desember
1959. dengan judul “There’s Plenty of Room at the Bottom”.
Richard Feynman adalah seorang ahli fisika dan pada tahun
1965 memenangkan hadiah Nobel dalam bidang fisika. Istilah nanoteknologi pertama
kali diresmikan oleh Prof Norio Taniguchi dari Tokyo Science University tahun
1974 dalam makalahnya yang berjudul “On the Basic Concept of
‘Nano-Technology’,” Proc. Intl. Conf. Prod. Eng. Tokyo, Part II, Japan Society
of Precision Engineering, 1974.“
Pada tahun 1980an definisi Nanoteknologi dieksplorasi
lebih jauh lagi oleh Dr. Eric Drexler melalui bukunya yang berjudul
“Engines of Creation: The coming Era of Nanotechnology”. Nano teknologi
itu sendiri adalah pembuatan dan penggunaan materi atau devais pada ukuran
sangat kecil. Materi atau devais ini berada pada ranah 1 hingga 100 nanometer
(nm). Satu nm sama dengan satu-per-milyar meter (0.000000001 m), yang berarti
50.000 lebih kecil dari ukuran rambut manusia. Saintis menyebut ukuran pada
ranah 1 hingga 100 nm ini sebagai skala nano (nanoscale), dan material yang
berada pada ranah ini disebut sebagai kristal-nano (nanocrystals) atau
material-nano (nanomaterials).Skala nano terbilang unik karena tidak ada
struktur padat yang dapat diperkecil.
Nanoteknologi diciptakan dan digunakan dari material pada ukuran
yang sangat kecil. Alat atau bahan ini berukuran sekitar 1 sampai 100 nanometer
(nm). Satu nm sama dengan 1:109 meter (10-9 m) (Sartono, 2006). Aplikasi
nanoteknologi sangat luas sekali termasuk aplikasi dalam bidang kesehatan dan
farmasi yang mencakup penghantaran obat, implant medis, serta dalam bidang
kosmetik.
Nanoteknologi
sangat beragam, mulai dari novel ekstensi konvensional perangkat fisika, untuk
benar-benar baru berdasarkan pendekatan molekular diri assembly, untuk
mengembangkan bahan-bahan baru dengan dimensi pada nanoscale, bahkan untuk
spekulasi pada apakah kita dapat secara langsung masalah pada skala atom.
Di kosmetik contoh aplikasi nanoteknologi adalah penggunaan tabir
surya berbasis nanopartikel TiO2 dan ZnO (Merkle, 2007). TiO2 dan ZnO merupakan
perlindungan kulit secara fisik yang bekerja dengan cara memantulkan kembali
sinar yang mengenai kulit (Tranggono & Latifah, 2007).
Produk nanopartikel untuk kosmetik dan produk anti penuaan
memiliki daya absorpsi yang cepat, penetrasi dan distribusi lebih baik, dan
memiliki tampilan sediaan yang lebih baik. Risiko nanoteknologi boleh diluaskan kepada tiga
bahagian:
·
risiko
kepada kesehatan dan persekitaran yang berpuncak dari pada zarah dan jirim nano
·
risiko
yang disebabkan oleh pengilangan atau penghasilan molekul (atau teknologi nano
lain)
·
risiko
yang datangnya daripada masyarakat sendiri.
Kulit adalah organ tubuh yang terletak yang paling luar yang
mempunyai fungsi sangat penting yaitu menutupi dan melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan serta merupakan pembungkus tubuh yang sangat elastis. Pada
kondisi kulit tertentu, pelembaban diperlukan oleh kulit untuk mempertahankan
struktur dan fungsinya. Pengaruh berbagai faktor baik dari luar maupun dalam
tubuh, misalnya: udara kering, terik sinar matahari, bertambahnya usia, ras,
serta penyakit kulit dapat menyebabkan kulit menjadi lebih kering akibat kehilangan
air oleh penguapan yang tidak kita rasakan.
Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari
kemungkinan ini yaitu dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang didapat dari
kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan
kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu,
factor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi dan karena itu dibutuhkan
perlindungan tambahan nonalamiah yaitu dengan memberikan kosmetika pelembab
kulit.
Dasar pelembaban kulit yang didapat adalah efek emolien, yaitu
mencegah kekeringan dan kerusakan kulit akibat sinar matahari atau penuaan
kulit, sekaligus membuat kulit terlihat bersinar. Bentuk sediaan kosmetika
pelembab biasanya emulsi minyak dalam air (M/A) namun dapat pula berbentuk
emulsi air dalam minyak (A/M). Krim siang berbentuk emulsi minyak dalam air
yang lebih encer sehingga terasa lebih dingin dan tidak lengket, berisi minyak
mineral, propilen glikol dalam air.
Krim merupakan cairan kental atau emulsi setengah padat baik
bertipe air dalam minyak atau minyak dalam air.
3.
Metode Penelitian
Ø Pengumpulan bahan dan perancangan formula
Ø Formulasi krim pelambab wajah yang mengandung nanopartikel zink oksida
salut silikon.
Tabel 1. Formula Krim
Pelembab Wajah
Bahan
|
Formula
|
||
X
|
Y
|
Z
|
|
(%)
|
(%)
|
(%)
|
|
Cutina MD
|
5
|
5
|
5
|
Setil alcohol
|
-
|
1
|
1
|
Stearil alcohol
|
-
|
1
|
1
|
Parafin cair
|
10
|
10
|
10
|
Gliserin
|
10
|
10
|
10
|
Sterol
|
5
|
5
|
5
|
ZinClear-S
|
3
|
3
|
3
|
OMC
|
3,5
|
3,5
|
3,5
|
Benzofenon-3
|
1,5
|
1,5
|
1,5
|
Pengawet
|
0,2
|
0,2
|
0,2
|
Pewangi
|
0,1
|
0,1
|
0,1
|
Viskolam AT 100/P
|
0,5
|
0,5
|
0,5
|
Aquadest ad
|
100
|
100
|
100
|
Ø Pengamatan Stabilitas Krim Pelembab Wajah Yang Mengandung Tabir
Surya Nanopartikel Zink Oksida Salut Silikon
Ø Pengukuran Intensitas Serapan Sinar UV-B Krim Pelembab Wajah Yang
Paling Stabil
Ø Pengujian Keamanan
Ø Pengujian Efikasi dan Kesukaan Formulasi Krim Pelembab
4.
Hasil Formulasi Krim Pelembab Wajah Yang
Mengandung Tabir Surya
Nanopartikel
Zink Oksida Salut Silikon
Tabel 2. Hasil Formulasi
Krim Pelembab
Karakteristik
|
Formula
|
Setelah penyimpanan hari ke-
|
||||
1
|
7
|
14
|
21
|
28
|
||
Konsentrasi
|
X
|
++
|
+
|
-
|
p
|
P
|
Y
|
+++
|
++
|
+
|
C
|
C
|
|
Z
|
+++++
|
++++
|
+++
|
++
|
+
|
|
Bau
|
X
|
k
|
k
|
k
|
k
|
K
|
Y
|
k
|
k
|
k
|
k
|
K
|
|
Z
|
k
|
k
|
k
|
k
|
K
|
|
Warna
|
X
|
cr
|
cr
|
cr
|
cr
|
Cr
|
Y
|
cr
|
cr
|
cr
|
cr
|
Cr
|
|
Z
|
cr
|
cr
|
cr
|
cr
|
Cr
|
|
Homogenitas
|
X
|
h
|
h
|
h
|
h
|
H
|
Y
|
h
|
h
|
h
|
h
|
H
|
|
Z
|
h
|
h
|
h
|
h
|
H
|
Keterangan :
k = khas
blackberry candy
+ =
kuantitas kekentalan
cr = warna
cream
h = homogen
Dari data
pada tabel diatas dapat diketahui bahwa ketiga formula krim yang dihasilkan
memiliki karakteristik yang sama yaitu berwarna cream dari penambahan
zat aktif berupa nanopartikel zink oksifda salut silicon yang berbentuk cairan
kental berwarna coklat, berbau khas parfum blackberry candy, dan
homogen. Konsistensi paling baik ditunjukkan oleh formula Z (cutina MD 5%,
setil alcohol 1%, stearil alkohol 1%, viscolam AT 100/P 0,5%) sebagai akibat
penambahan viskolam AT 100/P yang berfungsi sebagai pengental. Berturut-turut
konsistensi formula Y (cutina MD 5%) dan
formula X
(cutina MD 5%, setil alcohol 1%, stearil alkohol 1%) lebih rendah dibanding
formula Z.
5.
Hasil Pengamatan Stabilitas Formulasi Krim
Pelembab Wajah Yang Mengandung Tabir Surya Nanopartikel Zink Osida Salut
Silikon
Tabel 3.
Hasil Pengamatan Organoleptis Krim Pelembab
Formula
|
Pengamatan Organoleptis
|
|||
Konsentrasi
|
Bau
|
Warna
|
Homogenitas
|
|
X
|
+
|
Cr
|
k
|
H
|
Y
|
++
|
Cr
|
k
|
H
|
Z
|
+++
|
Cr
|
k
|
H
|
Keterangan
:
X = Formula
krim X (tanpa setil alkohol, stearil alkohol, dan viskolam AT 100/P)
Y = Formula
krim Y (tanpa viskolam AT 100/P)
Z = Formula
krim Z viskolam AT 100/P)
+ =
kuantitas kekentalan
p = krim
pecah
c = cair
atau encer
cr = warna cream
k = bau
khas blackberry candy
h = homogen
th = tidak
homogen
Hasil pemeriksaan organoleptis sediaan krim pelemab wajah yang
mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida salut silikon seperti
diikhtisarkan pada tabel 3 di atas menunjukkan bahwa formula X tidak memenuhi
kriteria dimana terjadi perubahan berupa penurunan konsistensi dan
ketidakhomogenan mulai hari ke Perubahan ini disebabkan pada formula X, jumlah
pengemulsi yang digunakan kurang mencukupi dimana terbukti bahwa cutina MD 5 %
tidak cukup untuk mengemulsikan krim sehingga terjadi cracking (terpisah
antara fasa air dan fasa (dengan runan ke-21. minyak) yang tampak jelas.
sejalan dengan formula Y dan formula Z yang tetap konsisten dan homogen setelah
melewati hari ke-28 penyimpanan. Hal tersebut disebabkan pada kedua formula
jumlah pengemulsi lebih banyak ya ditambahkan setil alkohol dan stearil
alkohol. Pada penelitian ini, penyimpanan yang dimaksud adalah penyimpanan pada
suhu ruangan yaitu berkisar antara 24 C.
Menurut Sherman, yang tercantum dalam buku Harry’s
Cosmeticology enam faktor yang mempengaruhi sifat reologi dan konsistensi
dari suatu emulsi, diantaranya adalah viskositas dari fase
terdispersi
(fase dalam), viskositas dari fase kontinu (fase luar), volume konsentrasi dari
fase terdispersi, sifat dari pengemulsi (emulgator) dan antramuka, pengaruh
elektroviskos, dan distribusi ukuran partikel dari globul - globul.
3. Hasil
Pemeriksaan Stabilitas pH
Gambar 1.
Grafik Pengamatan Stabilitas
Keterangan
: Biru = Formula krim X
Merah =
Formula krim Y
Hijau =
Formula krim Z
pH atau derajat keasaman dapat menjadi parameter dalam menentukan
stabilitas suatu sediaan. Pengamatan pH dilakukan setiap 7 hari dalam kurun
waktu 28 hari. Dari data pengamatan pH diketahui bahwa formula X paling tidak
stabil dimana pada rentang waktu yang ditentukan terjadi peningkatan pH yang
signifikan. Selain itu, nilai pH formula X jauh melebihi pH kulit normal. Hal
ini tentunya menjadi permasalahan sebab sediaan yang dibuat ditujukan untuk
topikal. Dengan nilai pH yang melampaui 7 dikhawatirkan terjadi iritasi kulit
sebab pH kulit normal berkisar antara 4.5-6.5.
Pada kedua formula lain juga didapatkan hasil bahwa terjadi
peningkatan pH. Kenaikan nilai pH ini disebabkan oleh komponen-komponen pada
sediaan didominasi oleh bahan yang bersifat basa.
Selama waktu penyimpanan, pH dari ketiga formula krim mengalami
peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan pengujian secara statistik menggunakan
desain blok lengkap acak subsampling pengukuran pH. Dari hasil pengujian ANAVA
diketahui bahwa hipotesis nol (H0) ditolak, dengan asumsi bahwa terdapat
perbedaan yang nyata antara efek perlakuan yang diuji. Dengan taraf kepercayaan
95 % (α = 0,05) dinyatakan bahwa krim dengan berbagai konsentrasi basis pada
ketiga formula mempunyai pH yang berbeda secara signifikan. Menurut Formulasi
Krim Pelembab pada
n ahui g
uji Newman-Keuls ditetapkan bahwa dengan tingkat kepercayaan 95 % terdapat
perbedaan signifikan antara formula Y dan Z.
6.
Hasil Pemeriksaan Stabilitas Viskositas
Gambar 2.
Grafik Pengamatan Stabilitas Viskositas
Keterangan
:
Biru =
Formula krim X
Merah =
Formula krim Y
Hijau =
Formula krim Z
Dari data
di atas dapat diketahui bahwa viskositas ketiga formula krim mengalami
perubahan selama 28 hari waktu penyimpanan. Perubahan viskositas ini seiring
dengan perubahan konsistensi. Viskositas paling tinggi dihasilkan oleh formula
Z sebagai akibat penambahan viskolam AT 100/P. Sedangkan viskositas paling
rendah ditunjukkan oleh formula X karena jumlah pengemulsi yang tidak mencukupi
serta tidak ada penambahan viskolam AT 100/P. Penurunan viskositas dari formula
X dan formula Y menunjukkan bahwa keduanya memenuhi kriteria sebab menurut
literatur, viskositas krim yang ideal tidak kurang dari 50 dPa.S. Perubahan
yang terjadi penambahan keduanya tidak disebabkan oleh dua faktor yaitu factor
yang berpengaruh selama penyimpanan, seperti perubahan pada suhu ruang dan tipe
emulsi. Suhu ruang yang meningkat dapat mengganggu daya tahan krim yang
menyebabkan penurunan viskositas dari fase kontinu (air) serta meningkatkan
gerak
globul fase terdispersi (minyak). Emulsi yang termasuk dalam tipe minyak dalam
air cenderung akan mengalami penurunan viskositas sebagai akibat penyerapan air
dari lingkungan sekitar oleh bahan yang bersifat higroskopis dalam formula.
Selain itu pH juga memegang peranan yang cukup penting, dimana setiap emulgator
memiliki efektivitas maksimal pada kisaran pH tertentu. Penurunan pH yang cukup
drastis pada sediaan krim menyebabkan penurunan viskositas yang cukup drastis
pula. Menurut Sherman dalam bukunya Rheology of Emulsion, pengurangan
viskositas disebabkan oleh penurunan viskositas dari fase kontinu karena jarak
pemisahan antara globul-globul yang meningkat. Dan penurunan viskositas dengan
waktu mencerminkan peningkatan ukuran partikel karena penggumpalan.
Hasil pengujian ANAVA diketahui bahwa hipotesis nol (H0) ditolak,
dengan asumsi bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara efek perlakuan yang
diuji.
Dengan
taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) dinyatakan bahwa krim dengan berbagai
konsentrasi basis dari ketiga formula mempunyai viskositas yang berbeda secara
signifikan. Perbedaan signifikan menurut uji Newman-Keuls terdapat antara
formula Y dan X, formula Z dan X, serta formula Z
dan Y.
7.
Hasil Pemeriksaan Tipe Emulsi
Tabel 4. Hasil sentrifugasi
Formula
|
Tipe
emulsi hari ke-
|
|
1
|
28
|
|
FX
|
m/a
|
m/a
|
FY
|
m/a
|
m/a
|
FZ
|
m/a
|
m/a
|
Dari hasil
pemeriksaan tipe emulsi diketahui bahwa ketiga formula krim termasuk ke dalam
sediaan krim dengan tipe emulsi minyak dalam air (m/a). Hal ini dikarenakan
oleh komposisi fase air yang
digunakan
lebih besar dari fase minyak dimana komposisi fasa air mencapai 60 %. Pada
metode pengenceran, krim akan membentuk dua fasa setelah ditambahkan aquades
dimana fasa minyak berada di permukaan atas karena massa jenisnya lebih kecil
daripada fasa air yang berada pada lapisan bawah.
8.
Hasil Pengujian Pemisahan Fase Krim dengan
Metode Sentrifugasi
Penggunaan
metode sentrifugasi dalam melihat pemisahan fase emulsi sangat berguna untuk
meramalkan waktu simpan dari suatu sediaan. Hukum Stokes menunjukkan bahwa
peningkatan gravitasi dapat mempercepat pemisahan. Sentrifugasi pada 3750 rpm
dalam radius sentrifugasi 10 cm untuk waktu 5 jam setara dengan efek gravitasi
untuk kira satu tahun. Dari percobaan yang dilakukan
diketahui
bahwa formula Z tetap stabil pada semua kecepatan, sebaliknya pada formula X
terjadi pemisahan. menunjukkan bahwa komposisi emulgator pada formula X kurang
mencukupi dalam
membentuk
krim yang stabil.
9.
Hasil Pengukuran Intensitas Serapan Sinar UV-B
pada 280 400 nm
Tabel 5.
Absorbansi pada panjangg elombang 310 nm
Panjang
Gelombang
|
A 1
|
A2
|
A3
|
Rata-rata
|
310
nm
|
0.416
|
0.415
|
0.414
|
0.4153
|
0.666
|
0.663
|
0.662
|
0.6641
|
|
0.893
|
0.910
|
0.917
|
0.9070
|
|
0.873
|
0.907
|
0.932
|
0.9046
|
|
1.067
|
1.064
|
1.065
|
1.0659
|
Kurva
Penentuan Panjang Gelombang Maksimal
Persamaan garis yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan
konsentrasi sampel yang ingin diketahui. Akan tetapi pada penelitian ini
pengukuran dilakukan menggunakan one sampling method
artinya
tidak digunakan baku karena yang ingin diuji hanya satu formula. Pemilihan
metode ini dikarenakan yang ingin didapatkan pada pengukuran ini adalah
intensitas serapan yang dihasilkan oleh formula D. Dengan pendekatan ini maka
akan diketahui potensi tabir surya yang dikandung pelembab dalam mengatasi
sinar ultraviolet yang mengenai kulit. Untuk mengetahui intensitas serapan
sinar UV-B maka digunakan persamaan:
A= Io/I
dimana
intensitas sinar UV- (Io) dianggap 100 % dan nilai intensitas sinar yang
diteruskan oleh oktil metoksi sinamat dinyatakan dengan I.
Sesuai dengan prinsip spektrofotometri maka pada pengukuran kali
ini intensitas serapan yang digunakan adalah intensitas pada pengenceran B
(terdiri dari 50% larutan induk dan 50 %
isopropanol)
karena absorbannya memiliki nilai dalam rentang 0,2-0,8 serta komposisi antara
krim dan pelarut seimbang.
Setelah dimasukkan dalam persamaan diketahui bahwa intensitas
serapan sinar UV-B oleh formula D mencapai 78, 286 %.
Hasil ini tentu tidak dapat menentukan intensitas serapan sinar UV
seluruhnya serta tidak mampu untuk menetapkan nilai SPF. Pengukuran ini
hanyalah pendekatan untuk memberikan informasi mengenai potensi formula D dalam
mengatasi paparan sinar ultraviolet matahari. Pengukuran ini memiliki
keterbatasan karena yang diketahui hanya intensitas serapan UV-B sebab sinar
UV-B berada pada rentang panjang gelombang maksimum yaitu 310 nm sedangkan
untuk
pengukuran
sinar UV-A pada umumnya menggunakan penilaian Boots Star Rating dan
penetapan nilai SPF dilakukan dengan pengukuran secara invivo menggunakan
faktor eritema pada sukarelawan. Akan tetapi, formula D yang diukur pada
penelitian ini sesungguhnya juga memiliki
potensi
dalam menangkal sinar UV-A yang dilakukan oleh benzofenon-3 serta merefleksikan
sinar UV yang dilakukan oleh ZinClear-S.
10. Hasil Pengujian Keamanan
Pengujian
keamanan dilakukan secara invivo kepada 10 orang sukarelawan. Adapun formula
yang diuji adalah formula D karena telah lulus kriteria pengamatan stabilitas
yang dilakukan sebelumnya.
Pemilihan
10 orang sukarelawan dilakukan berdasarkan kesamaan jenis kelamin yaitu
perempuan dan rentang usia yaitu 21-22 tahun. Jumlah ini dianggap valid untuk
melakukan suatu pembuktian dimana semua sukarelawan menunjukkan reaksi negatif
terhadap pemakaian formula D selama 3 hari berturut-turut pada punggung tangan.
Demikian pula hasil yang ditunjukkan oleh blanko. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa basis krim maupun zat aktif tidak mengiritasi kulit serta
sediaan yang dibuat aman untuk digunakan.
11. Hasil Pengujian Kesukaan
Dari hasil pengujian efikasi dan kesukaan yang terdiri dari
penilaian terhadap penampilan fisik, kenyamanan pemakaian, dan kemampuan
melembabkan diketahui bahwa mayoritas sukarelawan menyatakan bahwa penampilan
fisik formula Z baik (sebesar 70 %) sementara untuk kenyamanan pemakaian 80 %
sukarelawan menilai baik terhadap krim yang diuji. Demikian pula halnya dengan
80 % sukarelawan yang menyatakan baik terhadap kemampuan melembabkan yang
dihasilkan krim. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan berupa foto permukaan
kulit punggung tangan para sukarelawan (pada lampiran 9). Sebelum pemakaian,
struktur permukaan kulit relatif kasar sedangkan setelah dioleskan krim kulit
lebih lembab, lembut, dan agak berminyak.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa krim pelembab wajah yang
mengandung tabir surya nanopartikel zink oksida formula D terbukti memiliki
efektivitas untuk melembabkan kuli
Formulasi
Krim Pelembab kulit
BAB III
PENUTUPAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
a. Nanopartikel zink oksida salut silicon yang terkandung dalam
basis krim cutina MD, setil alkohol, stearil alkohol sebagai bahan aktif tabir
surya dapat diformulasikan menjadi bentuk krim melalui cara panas.
b. Formula Z (cutina MD 5%, setil alkohol 1%, stearil alkohol 1%,
viscolam AT 100/P 0,5%) paling stabil dibandingkan formula lainnya selama
pengamatan stabilitas ditinjau dari penilaian konsistensi, bau, warna,
homogenitas, pH dan viskositas
c. Ketiga formula yang dibuat termasuk dalam tipe emulsi minyak
dalam air (m/a).
d. Formula Z tahan untuk disimpan selama 1 tahun berdasarkan uji pemisahan
fase dengan metode sentrifugasi.
e. Formula Z memiliki intensitas serapan terhadap sinar UV-B
sebesar 78, 286 %.
f. Formula Z aman untuk digunakan karena tidak mengiritasi kulit.
g. Formula Z efektif dalam melembabkan, berpenampilan baik, dan
nyaman digunakan.
Saran
Setelah dilakukan penelitian ini, disarankan:
a. Dilakukan evaluasi ukuran nanopartikel zink oksida dalam
formula menngunakan SEM
b. Dilakukan pengamatan stabilitas pada climatic chamber.
c. Dilakukan pengukuran nilai SPF dan Bots Star Rating untuk
menetapkan intensiats serapan UVA dan potensi formula mengatasi sinar UV.
DAFTAR PUSTAKA
Advanced Technology. 2008. The Nanofine Zinc Oxide for Cosmetic
Clarity and Broad Spectrum UV Protection .http://www.advancedtechnology.com.
[ diakses tanggal 9 Juni 2008].
Curtis, J & R, Caroline. 2007. Sun Protection Factor.
http://www.revolutionhealth.com/Conditions/skin/skin-care/sun
protection/sunscreen. [diakses tanggal 9 Juni
2008].
Lachman L, Herbert AL, and Joseph LK. 1994. Teori dan Praktek
Farmasi Industri. Edisi ke-1. Jakarta : UI Press. Hal. 43; 482 – 486
Farmaka, Volume 7 Nomor 1, April 2009
Lachman L, Herbert AL, and Joseph LK. 1994. Teori dan Praktek
Farmasi Industri. Edisi ke-2. Jakarta : UI Press. Hal. 1049 -1088; 1091 –
1145
Merkle, H.P. 2007. Nanotechnology State of The Art In
Healthcare and Pharmaceuticals. [diambil dari Simposium Nanoteknologi 23
Juni 2007].
Sartono, A. 2006. Nanoteknologi. [ diambil dari paper
nanoteknologi Departemen Fisika FMIPA Universitas Indonesia].
Soebandrio, A. 2007. Nanotechnology State of The Art In
Healthcare and Pharmaceuticals. [ diambil dari Simposium Nanoteknologi 23
Juni 2007].
Tranggono, R.I & F, Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Ilmu Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hal.76, 78-83, 111-114
Wasitaatmadja,
S.M. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hal.61
Komentar
Posting Komentar