Makna 17 Agustus

17 Agustus adalah hari peringatan kemerdekaan Indonesia. Suatu hari di mana pada 67 tahun yang lalu Republik ini baru saja terlepas dari belenggu penjajahan bangsa asing dan menyatakan kedaulatannya sebagai bangsa yang merdeka. Istilah terakhir inilah yang seringkali menjadi wacana utama di bulan Agustus.

Istilah merdeka (hurr) dalam konteks pembicaraan Alquran bisa berarti "memerdekakan","berkhidmat secara khusus untuk Baitulmaqdis", "panas", dan "pakaian sutera". Yang perlu digarisbawahi, semua pengertian itu ternyata meniscayakan kebebasan bagi yang mengalaminya, sehingga ia bisa berbuat secara bebas tanpa dikekang oleh pengaruh lain.

Bila 17 Agustus merupakan apresiasi terhadap kemerdekaan yang bersifat komunal, yang dalam hal ini berlaku di tingkat masyarakat Indonesia, maka kemerdekaan itu semestinya terapresiasi juga pada tingkat individual, yakni pribadi-pribadi masyarakatnya. "Sungguh telah Kami ciptakan manusia dalam keadaan yang paling sempurna" (QS at-Tin[95]:3).

Ini menegaskan akan penghormatan Allan terhadap makhluk-Nya yang bernama manusia. Karenanya, salah satu tanggung jawab manusia untuk memuliakan dirinya adalah dengan melindungi jasmani dan rohaninya di dunia ini. Karena tingginya penghormatan inilah, wajar bila Allah menyatakan dalam firman-Nya, "Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya."(QS al-Maidah[5]:32).

Dalam bahasa lain, Nurcholish Madjid menafsirkannya begitu humanis, "Membunuh satu nyawa sama dengan membunuh manusia sejagad, sedangkan menghidupi satu nyawa sama dengan menghidupi manusia sejagad". Disinilah luhurnya penghargaan Islam terhadap hak hidup (the right for life) manusia atau Hak Asasi Manusia (HAM). Selain itu, kemerdekaan juga meniscayakan tidak adanya pembedaan atas dasar jenis kelamin, etnik, dan warna kulit, karena Islam menilai kemuliaan manusia berdasarkan ketaqwaannya (QS al-Hujurat[49]:13).

Hanya saja, kemerdekaan bukanlah "kebebasan tanpa batas", dimana seseorang bisa mengapresiasikan dengan seenaknya saja hingga menabrak "tembok" nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan universal yang semestinya. Di samping prinsip kemanusiaan di atas, secara hakiki Islam cenderung menghendaki kemerdekaan sebagai sebuah kondisi di mana seseorang bisa lepas dari belenggu ketergantungannya terhadap sesama makhluk dan mentransendensikannya hanya kepada Allah Sang Khalik, "Dan hanya kepada Allah saja segala persoalan dikembalikan" (QS al-Baqarah[2]:210).

Inilah konsep teologis kemerdekaan menurut Islam. Akhirnya, semoga kita senantiasa belajar untuk menjadi dan mengimplementasikannya sebagai "Muslim Merdeka" yang sejati, yang mengeskpresikan kebebasannya dengan tetap mengindahkan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan universal. Wallahu A'lam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analgetik, Antipiretik, AntiInflamasi

Sistem Endokrin

PELAYANAN FARMASI KLINIK (PERMENKES 72 2016)